Menghapus Kenangan Buruk dengan Metyrapone

Tim peneliti dari Centre for Studies on Human Stress of Louis-H. Lafontaine Hospital University of Montreal menemukan bahwa mengingat kembali kenangan buruk di bawah pengaruh obat metyrapone dapat mengurangi kemampuan otak untuk merekam kembali emosi negatif yang berhubungan dengan kenangan tersebut. Tim ini ingin menguji teori bahwa memori tidak dapat diubah setelah terekam di dalam otak.
Metyrapone merupakan obat yang dapat mengurangi tingkat kortisol secara signifikan. Kortisol merupakan hormon stress yang berkaitan dengan memori. Dengan memanipulasi tingkat kortisol bersamaan dengan pembentukan memori baru dapat menurunkan emosi negatif yang berkaitan dengan memori tersebut. Meskipun pengaruh metyrapone telah hilang dan level kortisol telah kembali normal, penurunan memori dan informasi negatif tetap ada sehingga efek ini dapat bertahan lama.
Hasil penelitian ini memberikan harapan kepada para penderita sindrom memori seperti stress pasca-trauma. Terapi dengan metyrapone diharapkan dapat menghapus kenangan buruk si penderita. Hingga saat ini metyrapone belum menjadi produk komersial, namun penemuan ini sangat menjanjikan untuk pengobatan klinis di masa depan. Studi lebih lanjut tentang obat metyrapone ini juga diharapkan dapat menambah pemahaman terhadap cara kerja otak dalam menyimpan kenangan buruk.
Read more ...

Terjadinya Pencemaran Udara dan Cara Penanggulangannya

Terjadinya pencemaran udara
Kelembaban udara bergantung pada konsentrasi uap air, dan H2O yang berbeda-beda konsentrasinya di setiap daerah. Kondisi udara di dalam  atmosfer tidak pernah ditemukan dalam keadaan bersih, melainkan sudah tercampur dengan gas-gas lain dan partikulat-partikulat yang tidak kita perlukan. Gas-gas dan partikulat-partikulat yang berasal dari aktivitas alam dan juga yang dihasilkan dari aktivitas manusia ini terus-menerus masuk ke dalam udara dan mengotori/mencemari udara di lapisan atmosfer khususnya lapisan troposfer. Apabila bahan pencemar tersebut dari hasil pengukuran dengan parameter yang telah ditentukan oleh WHO konsentrasi bahan pencemarnya melewati ambang batas (konsentrasi yang masih bisa diatasi), maka udara dinyatakan dalam keadaan tercemar. Pencemaran udara terjadi apabila mengandung satu macam atau lebih bahan pencemar diperoleh dari hasil proses kimiawi seperti gas-gas CO, CO2, SO2, SO3, gas dengan konsentrasi tinggi atau kondisi fisik seperti suhu yang sangat tinggi bagi ukuran manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Adanya gas-gas tersebut dan partikulat-partikulat dengan konsentrasi melewati ambang batas, maka udara di daerah tersebut dinyatakan sudah tercemar. Dengan menggunakan parameter konsentrasi zat pencemar dan waktu lamanya kontak antara bahan pencemar atau polutan dengan lingkungan (udara), WHO menetapkan empat tingkatan pencemaran sebagai berikut:
  • Pencemaran tingkat pertama; yaitu pencemaran yang tidak menimbulkan kerugian bagi manusia.
  • Pencemaran tingkat kedua; yaitu pencemaran yang mulai menimbulkan kerugian bagi manusia seperti terjadinya iritasi pada indra kita.
  • Pencemaran tingkat ketiga; yaitu pencemaran yang sudah dapat bereaksi pada faal tubuh dan menyebabkan terjadinya penyakit yang kronis.
  • Pencemaran tingkat keempat; yaitu pencemaran yang telah menimbulkan sakit akut dan kematian bagi manusia maupun hewan dan tumbuh-tumbuhan.
gambar3Gambar 3 Kebakaran menimbulkan asap yang dapat membuat pencemaran udara
Pencemaran Udara Yang Terjadi Di Indonesia
Indonesia merupakan negara di dunia yang paling banyak memiliki gunung berapi (sekitar 137 buah dan 30% masih dinyatakan aktif). Oleh sebab itu Indonesia mudah mengalami pencemaran secara alami. Selain itu adanya kebakaran hutan akibat musim kemarau panjang ataupun pembakaran hutan yang disengaja untuk memenuhi kebutuhan seperti terjadi di Kalimantan dan di Sumatera dalam tahun 1997 dan tahun 1998 menyebabkan terjadinya pencemaran yang cukup menghawatirkan, karena asap tebal hasil kebakaran tersebut menyeberang ke negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Asap tebal dari hasil kebakaran hutan ini sangat merugikan, baik dalam segi ekonomi, transportasi (udara, darat dan laut) dan kesehatan. Akibat asap tebal tersebut menyebabkan terhentinya alat-alat transportasi karena dikhawatirkan akan terjadi tabrakan. Selain itu asap itu merugikan kesehatan yaitu menyebabkan sakit mata, radang tenggorokan, radang paru-paru dan sakit kulit. Pencemaran udara lainnya berasal dari limbah berupa asap yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar kedaraan bermotor dan limbah asap dari industri.
gambar4Gambar 4 Asap kendaraan bermotor alah satu sumber pencemaran udara
Cara penanggulangannya
Untuk dapat menanggulangi terjadinya pencemaran udara dapat dilakukan beberapa usaha antara lain: mengganti bahan bakar kendaraan bermotor dengan bahan bakar yang tidak menghasilkan gas karbon monoksida dan diusahakan pula agar pembakaran yang terjadi berlangsung secara sempurna, selain itu pengolahan/daur ulang atau penyaringan limbah asap industri, penghijauan untuk melangsungkan proses fotosintesis (taman bertindak sebagai paru-paru kota), dan tidak melakukan pembakaran hutan secara sembarangan, serta melakukan reboisasi/penanaman kembali pohon­pohon pengganti yang penting adalah untuk membuka lahan tidak dilakukan pembakaran hutan, melainkan dengan cara mekanik.
Dampak negatif dan dampak positif
Di atas telah Anda pelajari bahwa pencemaran udara dapat memberikan dampak negatif bagi makhluk hidup, manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Kebakaran hutan dan gunung api yang meletus menyebabkan banyak hewan yang kehilangan tempat berlindung, banyak hewan dan tumbuhan mati bahkan punah. Gas-gas oksida belerang (SO2 dan SO3) bereaksi dengan uap air, dan air hujan dapat menyebabkan terjadinya hujan asam yang dapat merusak gedung-gedung, jembatan, patung-patung sehingga mengakibatkan tumbuhan mati atau tidak bisa tumbuh. Gas karbon monoksida bila terhisap masuk ke dalam paru-paru bereaksi dengan haemoglobin menyebabkan terjadinya keracunan darah dan masih banyak lagi dampak negatif yang disebabkan oleh pencemaran udara.
Pencemaran udara selain memberikan dampak negatif, juga dapat memberikan dampak positif antara lain, lahar dan partikulat-partikulat yang disemburkan gunung berapi yang meletus, bila sudah dingin menyebabkan tanah menjadi subur, pasir dan batuan yang dikeluarkan gunung berapi yang meletus dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan. Gas karbon monoksida bila bereaksi dengan oksigen di udara menghasilkan gas karbon dioksida bisa dimanfaatkan bagi tumbuh-tumbuhan untuk melangsungkan fotosintesis untuk menghasilkan karbohidrat yang sangat berguna bagi makhluk hidup.
Read more ...

Proses terjadinya Hujan Asam

Atmosfir dapat mengangkut berbagai zat pencemar ratusan kilometer jauhnya, sebelum menjatuhkannya ke permukaan bumi dalam perjalanan jauh itu atmosfir bertidak sebagai reaktor kimia yang kompleks merubah zat pencemar setelah berinteraksi dengan substansi lain, uap air dan energi matahari. Pada kondisi tertentu sulfur oksida (SOx) dan nitrogen oksida (NOx) hasil pembakaran bahan bakar fosil akan bereksi dengan molekul-molekul  uap air di atmosfir menjadi asam sulfat (H2SO4) dan asam nitrat (HNO3) yang selanjutnya turun ke permukaan bumi bersama air hujan yang dikenal hujan asam.
Hujan asam telah menimbulkan masalah besar di daratan Eropa, Amerika Serikat dan di Negara Asia termasuk Indonesia. Dampak negatif dari hujan asam selain rusaknya bangunan dan berkaratnya benda-benda  yang terbuat dari logam, juga terjadinya kerusakan lingkungan terutama mengasamkan (acidification) danau dan sungai. Ribuan danau airnya telah bersifat asam sehingga tidak ada lagi kehidupan akuatik, dikenal dengan “danau mati”.
Gambar : Proses terjadinya hujan asam
Read more ...

Zat Adiktif pada Makanan


Untuk mempertahankan hidupnya, manusia tidak lepas dari makanan. Guna makanan untuk mendapatkan energi, memperbaiki sel-sel yang rusak, pertumbuhan, menjaga suhu dan menjaga agar badan tidak terserang penyakit, makanan yang bergizi merupakan makanan yang mengandung karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air. Untuk maksud tersebut kita memerlukan zat aditif.
Zat aditif pada makanan adalah zat yang ditambahkan dan dicampurkan dalam pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu. Jenis­-jenis zat aditif antara lain pewarna, penyedap rasa, penambah aroma, pemanis, pengawet, pengemulsi dan pemutih.
Zat aditif pada makanan ada yang berasal dari alam dan ada yang buatan (sintetik). Untuk zat aditif alami tidak banyak menyebabkan efek samping. Lain halnya dengan zat aditif sintetik.
Bahan pengawet
Pengawet adalah bahan yang dapat mencegah atau  menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan mikroorganisme. Zat pengawet dimaksudkan untuk memperlambat oksidasi yang dapat merusak makanan. Ada dua jenis pengawet makanan yaitu alami dan sintetik (buatan). Pengawet yang paling aman adalah bahan-bahan alam, misalnya asam cuka (untuk acar), gula (untuk manisan), dan garam (untuk asinan ikan/telur). Selain itu beberapa bahan alam misalnya saja penambahan air jeruk atau air garam yang dapat digunakan untuk menghambat  terjadinya proses reaksi waktu coklat (browing reaction) pada buah apel.
Keuntungan zat aditif
Penggunaan zat aditif memiliki keuntungan meningkatkan mutu makanan dan pengaruh negatif bahan tambahan pangan terhadap kesehatan.
Agar makanan dapat tersedia dalam bentuk yang lebih menarik dengan rasa yang enak, rupa dan konsentrasinya baik serta awet maka perlu ditambahkan bahan makanan atau dikenal dengan nama lain “food additive”.
Penggunaan bahan makanan pangan tersebut di Indonesia telah ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan Undang-undang, Peraturan Menteri Kesehatan dan lain-lain disertai dengan batasan maksimum penggunaannya. Di samping itu UU Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan Pasal 10 ayat 1 dan 2 beserta penjelasannya erat kaitannya dengan bahan tambahan makanan yang pada intinya adalah untuk melindungi konsumen agar penggunaan bahan tambahan makanan tersebut benar-benar aman untuk dikonsumsi dan tidak membahayakan.
Namun demikian penggunaan bahan tambahan makanan tersebut yang melebihi ambang batas yang ditentukan ke dalam makanan atau produk-produk makanan dapat menimbulkan efek sampingan yang tidak dikehendaki dan merusak bahan makanan itu sendiri, bahkan berbahaya untuk dikonsumsi manusia. Semua bahan kimia jika digunakan secara berlebih pada umumnya bersifat racun bagi manusia. Tubuh manusia mempunyai batasan maksimum dalam mentolerir seberapa banyak konsumsi bahan tambahan makanan yang disebut ADI atau Acceptable Daily Intake. ADI menentukan seberapa banyak konsumsi bahan tambahan makanan setiap hari yang dapat diterima dan dicerna sepanjang hayat tanpa mengalami resiko kesehatan.
ADI dihitung berdasarkan berat badan konsumen dan sebagai standar digunakan berat badan 50 kg untuk negara Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya. Satuan ADI adalah mg bahan tambahan makanan per kg berat badan. Contoh: ADI maksimum untuk B-karoten = 2,50 mg/kg, kunyit (turmerin) = 0,50 mg/kg dan asam benzoat serta garam-garamnya = 0,5 mg/kg.
Untuk menghitung batas penggunaan maksimum bahan tambahan makanan, digunakan rumus sebagai berikut
BPM = ADIxB x1.000 / K (mg / kg)
Di mana BPM = batas penggunaan maksimum  (mg/kg)
B = berat badan (kg)
K = konsumsi makanan (gr)
Contoh: Hitung BPM bahan tambahan makanan yang mempunyai ADI 2 mg untuk konsumsi makanan harian yang mengandung bahan tersebut (1 kg) dan bobot badan 60 kg ?
Jawab
BPM = ADIxB x1.000 / K (mg / kg)
= 2 x 60 x 1.000 /1.000
= 120 mg/kg
Jadi batas penggunaan maksimum bahan tambahan makanan yang mempunyai ADI 2 mg untuk 1000 gr makanan yang dikonsumsi konsumen yang berbobot 60 kg adalah 120 mg/kg. Perlu diingat bahwa semakin kecil tubuh seseorang maka semakin sedikit bahan tambahan makanan yang dapat diterima oleh tubuh.
Pada pembahasan berikut disajikan pengaruh negatif dan bahan tambahan pangan langsung yang meliputi: monosodium glutamat, sakarin dan siklamat, zat antioksidan, tartrazin, asam benzoat, kalium sorbat, natrium nitrit dan zat penambah gizi serta batasan penggunaan senyawa-senyawa tersebut yang aman bagi kesehatan manusia.
Read more ...

PLTN Vs. Rokok

Majelis Ulama Indonesia baru-baru ini mengeluarkan fatwa penting mengenai haramnya merokok. Fatwa ini menimbulkan kontroversi banyak pihak, satu sisi mendukung tentang haramnya rokok dari sisi medis, sedangkan yang di seberang menolak karena memandangnya bahwa fatwa tersebut belum urgent dan bisa mengancam industri rokok yag ada di daerah dan tentu berpotensi menambah pengangguran terbuka yang ada di Indonesia.

Lain hal, LBM NU Jateng dan PCNU Jepara pada 1 September 2007. Mubahatsah atau pembahasan yang diikuti sekitar 100 kiai dari wilayah Jateng memutuskan bahwa PLTN Muria hukumnya haram, mengingat dampak negatifnya lebih besar daripada dampak positifnya.

Lalu apa hubungan antara rokok dengan PLTN diatas? Keduanya difatwakan haram oleh ulama, meskipun masih mengundang kontroversi. Terlepas dari fatwa para ulama tersebut, sekarang kita akan membandingkan tingkat bahaya antara rokok dengan PLTN dilihat dari radioaktifitasnya.

Jika kita merujuk data dari US Departmen of Health, Division of Radiation Protection yang dikeluarkan tahun 2002, sinar kosmis menghasilkan dosis 26 mrem/tahun. Radioisotop di permukaan bumi mengandung 29 mrem/tahun. Gas Radon di Atmosfer mengambil kontribusi sebesar 200mrem/tahun. Dalam tubuh manusia pun memancarkan radiasi (dari Karbon - 14 dan Kalium - 40 ) sebesar 40 mrem/tahun. Sinar X untuk diagnosa kesehatan memberikan andil 39 mrem/tahun. Sedangkan aktivitas kedokteran nuklir lainnya memberikan 14mrem/tahun. Instrumen elektronik seperti TV, komputer memberikan 11 mrem/tahun. Dan sisa ledakan nuklir (fall out), reaktor nuklir, pesawat terbang memberikan 1 mrem/tahun. Sehingga total dosis yang diterima tiap manusia di AS secara rata-rata adalah 361 person mrem/tahun atau 0,3 person rem/tahun (1 rem = 1.000 mrem). Hal ini dipenuhi dengan syarat yang bersangkutan tidak merokok.

Sebagai catatan, PLTN dengan daya 1.000 MWatt menghasilkan dosis radiasi mencapai 4,8 person rem/tahun. Namun pemerintah AS membatasi agar pekerja PLTN dan sektor nuklir lainnya hanya menerima dosis maksimum sebesar 100 person mrem/tahun saja. Sementara dalam PLTU dengan daya 1.000 MWatt dengan tingkat radiasi 100 kali lebih besar (yakni 490 person rem/tahun), belum ditemui ada kebijakan yang sama.

Sedangkan untuk rokok ternyata diketahui mengandung Radioisotop Polonium-210. Ini akan menambahkan dosis ekivalen sebesar 29,1 person rem/tahun untuk manusia perokok. Dan akan didapatkan dalam jaringan epitel paru-parunya dosis sebesar 6,6 - 40 person rem/tahun. Sementara pada bronchiolus-nya sebesar 1,5 person rem/tahun.

Rokok ternyata tidak hanya mengandung polonium (210Po) namun juga timbal (210Pb), yang keduanya termasuk dalam kelompok radionuklida dengan toksik sangat tinggi. Po-210 adalah pemancar radiasi- α, sedangkan Pb-210 adalah pemancar radiasi-ß. Kedua jenis radiasi tersebut, terutama radiasi- α berpotensi untuk menimbulkan kerusakan sel tubuh apabila terhisap atau tertelan. Kejadian kanker paru pada perokok pun belakangan ditengarai lebih disebabkan oleh radiasi-α & bukan diakibatkan karena tar dalam tembakau.

Lalu, bagaimana bisa 210Po & 210Pb bisa sampai di rokok? Ternyata tanah, sebagai tempat tumbuh tanaman tembakau- bahan utama rokok, mengandung radium (226Ra). Radium ini adalah atom induk yang nantinya dapat meluruh dan dua di antara sekian banyak unsur luruhannya adalah 210Po & 210Pb. Melalui akar, 210Po & 210Pb pun terserap oleh tanaman tembakau. Hal ini bisa diperparah dengan penggunaan pupuk fosfat yang mengandung kedua unsur tersebut. Tentu saja ini menambah konsentrasi 210Po & 210Pb dalam tembakau.

Mekanisme lain dan yang utama, adalah lewat daun. Po-210 & Pb-210 terendapkan pada permukaan daun tembakau sebagai hasil luruh dari gas radon (222Rn) yang berasal dari kerak bumi & lolos ke atmosfer. Daun tembakau memiliki kemampuan tinggi untuk menahan & kemudian mengakumulasi 210Po & 210Pb karena adanya bulu-bulu tipis ~yang disebut trichomes~ di ujung-ujungnya.

Meski aktivitasnya cukup rendah (3 - 5 mili Becquerel/batang) - dibandingkan dengan ambang batas dosis mematikan Polonium-210 untuk manusia berbobot 80 kg yakni sebesar 148 juta Becquerel (4 mili Curie). Namun aktivitas merokok membuat Polonium-210 terhirup dan terdepositkan ke dalam paru-paru tanpa bisa diekskresikan secara langsung oleh tubuh mengingat sifatnya sebagai logam berat dan memiliki sifat kimiawi mirip Oksigen sehingga tidak bisa diikat oleh CO2 maupun ion HCO3- (kecuali ada perlakuan khusus dengan meminum pil EDTA misalnya, itupun diragukan apa bisa melakukan Polonium removal di paru-paru).

Jika diasumsikan perokok yang bersangkutan mengkonsumsi rata-rata 2 bungkus rokok/hari selama lima tahun tanpa terputus, akumulasi Polonium-210 nya sudah cukup mampu menghasilkan perubahan abnormal pada alvoeli. Dan jika konsumsi terus berlanjut tanpa terputus, maka dalam masa 10 - 15 tahun sejak awal menjadi perokok, perokok yang bersangkutan sudah sangat berpotensi menderita kanker paru-paru, seperti nampak pada penelitian di Brazil (berdasarkan tembakau setempat). Jika konsumsi dikurangi menjadi 1 bungkus rokok/hari tanpa terputus, maka baru dalam 25 - 30 tahun kemudian potensi menderita kanker paru-paru mulai muncul.

Jadi jika pekerja sektor nuklir mendapatkan radiasi 100 person mrem/tahun. Mereka yang bekerja di PLTU dan mereka yang merokok menerima paparan radiasi berkali-kali lipat lebih besar. Jadi wajar saja jika banyak mereka yang mati karena radiasi akibat rokok atau PLTU dibanding para pekerja dalam sektor nuklir.

Dan jika kita ingin lebih ekstrim lagi, sebenarnya para warga Semenanjung Muria (Kudus -Pati - Jepara), dimana disana banyak terdapat industri rokok dan juga beberapa PLTU, sebenarnya sudah menkonsumsi radiasi jauh-jauh hari bahkan sebelum PLTN dibangun.
Read more ...

FISIKA

PELITA KARAWANG ADMIN