Zakat,
Zakat berasal dari bentukan  kata zaka yang berarti suci, baik, berkah, tumbuh, dan berkembang  (Mu’jam Wasith, I:398). Menurut terminologi syariat (istilah), zakat  adalah nama bagi sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat  tertentu yang diwajibkan oleh Allah SWT untuk dikeluarkan dan diberikan  kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula  (Kifayatul Akhyar I: 1/2).
Kaitan antara makna secara  bahasa dan istilah ini berkaitan erat sekali, yaitu bahwa setiap harta  yang sudah dikelarkan zakatnya akan menjadi suci, bersih, baik, berkah,  tumbuh, dan berkembang (QS. At-Taubah: 103 dan Ar-Rum: 39).
Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan apabila telah memenuhi syarat–syarat yang telah ditentukan oleh agama, dan disalurkan kepada orang–orang yang telah ditentukan pula, yaitu delapan golongan yang berhak menerima zakat sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Adapun persyaratan harta yang wajib dizakatkan itu, antara lain sebagai berikut :
· Pertama, al-milk at-tam yang  berarti harta itu dikuasai secara penuh dan dimiliki secara sah, yang  didapat dari usaha, bekerja, warisan, atau pemberian yang sah,  dimungkinkan untuk dipergunakan, diambil manfaatnya, atau kemudian  disimpan. Rasulullah bersabda bahwa Allah SWT tidak akan menerima zakat  atau sedekah dari harta yang ghulul (didapatkan dengan cara yang batil).
· Kedua, an-namaa adalah harta  yang berkembang jika diusahakan atau memiliki potensi untuk berkembang,  misalnya harta perdagangan, peternakan, pertanian, deposito, mudharabah,  usaha bersama, obligasi, dan lain sebagainya.
· Ketiga, telah mencapai nisab,  harta itu telah mencapai ukuran tertentu. Misalnya, untuk hasil  pertanian telah mencapai jumlah 653 Kg gabah, emas atau perak telah  senilai 85 gram, perdagangan telah mencapai nilai 85 gram emas,  peternakan sapi telah mencapai 30 ekor, dan sebagainya.
· Keempat, telah melebihi  kebutuhan pokok, yaitu kebutuhan minimal yang diperlukan seseorang dan  keluarganya yang menjadi tanggungannya untuk kelangsungan hidupnya.
· Kelima, telah mencapai satu  tahun (haul) untuk harta-harta tertentu, misalnya perdagangan. Akan  tetapi, untuk tanaman dikeluarkan zakatnya pada saat memanennya (lihat  QS Al-An’am:141).
Zakat mempunyai beberapa makna :
Pertama, zakat bermakna At-Thohuru,
yang artinya membersihkan atau  mensucikan. Makna ini menegaskan bahwa orang yang selalu menunaikan  zakat karena Allah dan bukan karena ingin dipuji manusia, Allah akan  membersihkan dan mensucikan baik hartanya maupun jiwanya. Allah SWT  berfirman dalam surat At-Taubah ayat 103: “Ambillah zakat dari sebagian  harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka  dan mendo'alah untuk mereka. Sesungguhnya do'a kamu itu ketenteraman  jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Kedua, zakat bermakna Al-Barakatu, 
yang artinya berkah. Makna ini  menegaskan bahwa orang yang selalu membayar zakat, hartanya akan selalu  dilimpahkan keberkahan oleh Allah SWT, kemudian keberkahan harta ini  akan berdampak kepada keberkahan hidup. Keberkahan ini lahir karena  harta yang kita gunakan adalah harta yang suci dan bersih, sebab harta  kita telah dibersihkan dari kotoran dengan menunaikan zakat yang  hakekatnya zakat itu sendiri berfungsi untuk membersihkan dan mensucikan  harta.
Ketiga, zakat bermakna An-Numuw, 
yang artinya tumbuh dan  berkembang. Makna ini menegaskan bahwa orang yang selalu menunaikan  zakat, hartanya (dengan izin Allah) akan selalu terus tumbuh dan  berkembang. Hal ini disebabkan oleh kesucian dan keberkahan harta yang  telah ditunaikan kewajiban zakatnya. Tentu kita tidak pernah mendengar  orang yang selalu menunaikan zakat dengan ikhlas karena Allah, kemudian  banyak mengalami masalah dalam harta dan usahanya, baik itu  kebangkrutan, kehancuran, kerugian usaha, dan lain sebagainya. Tentu  kita tidak pernah mendengar hal seperti itu, yang ada bahkan sebaliknya.
Allah SWT berfirman dalam  surat Ar-Rum ayat 39 : “Dan sesuatu riba yang kamu berikan agar dia  bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi  Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk  mencapai keridhaan Allah, maka itulah orang-orang yang melipat  gandakan.”
Dalam ayat ini Allah berfirman  tentang zakat yang sebelumnya didahului dengan firman tentang riba.  Dengan ayat ini Allah Maha Pemberi Rizki menegaskan bahwa riba tidak  akan pernah melipatgandakan harta manusia, yang sebenarnya dapat  melipatgandakannya adalah dengan menunaikan zakat.
Keempat, zakat bermakna As-Sholahu, 
yang artinya beres atau keberesan, 
yaitu bahwa orang orang yang  selalu menunaikan zakat, hartanya akan selalu beres dan jauh dari  masalah. Orang yang dalam hartanya selalu ditimpa musibah atau masalah,  misalnya kebangkrutan, kecurian, kerampokan, hilang, dan lain sebagainya  boleh jadi karena mereka selalu melalaikan zakat yang merupakan  kewajiban mereka dan hak fakir miskin beserta golongan lainnya yang  telah Allah sebutkan dalam Al Qur’an.
Suatu harta dikenakan wajib zakat apabila memenuhi syarat-syarat berikut : 
· Apabila harta itu menjadi miliknya secara penuh, bukan sebagai pinjaman,titipan ataupun gadai
· Apabila harta itu  diinvestasikan (dikembangkan) atau memungkinkan untuk diinvestasikan  seperti uang, emas, perak atau surat-surat berharga.
· Apabila harta itu mencapai  nishab zakat (batas minimal kena zakat). Nishab emas, perak, uang, harta  bisnis atau yang menyerupainya adalah setara 85 gram (dari emas murni  dan 24 karat). Nishab zakat tanaman dan buah-buahan adalah 5 Ausaq  (setara 652 kg). Adapun nisab ternak adalah tergantung jenis hewannya  (Unta dan sejenisnya: 5 ekor, Sapi dan sejenisnya: 30 ekor, domba dan  sejenisnya: 40 ekor).
· Apabila harta tersebut  merupakan kelebihan (net income) dari kebutuhan pemilik harta dan  orang-orang yang ditanggungnya (seperti anak, istri dan orang tua yang  bergantung pada pemilik harta tersebut) selama setahun. Yang dimaksud  kebutuhan disini adalah kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh  manusia untuk mempertahankan hidupnya secara layak tanpa berlebihan dan  pemborosan.
· Apabila harta tersebut  terbebas dari hutang. Apabila harta tersebut mempunyai beban hutang maka  kewajiban zakatnya dikenakan setelah dipotong beban hutang.
· Apabila harta tersebut  dimilikinya selama satu tahun Hijriyah (Haul). Apabila kurang dari itu  atau pada saat mencapai satu tahun hartanya berkurang dan tidak mencapai  nishab maka ia tidak dikenakan kewajiban zakat. Dan dikecualikan dari  kewajiban syarat Haul adalah harta pertanian, buah-buahan dan rikaz  (harta karun), pada harta tersebut diwajiban zakat pada saat panen atau  menemukannya.
· Apabila harta itu diperoleh  dengan cara halal dan baik karena Allah tidak menerima harta yang  diperoleh dengan cara haram. Adapun harta yang diperoleh dengan haram  maka itu harus dikembalikan kepada pemiliknya dan apabila tidak tahu  maka sebaiknya diinfaqkan pada fasilitas milik ummah/umum tanpa memberi  tahu statusnya. Dan itu bukan zakat tapi mengembalikan hak orang lain  kepada pemilik haknya.
· Dari syarat-syarat tadi  jelaslah harta mana saja yang harus dikeluarkan zakatnya dan harta mana  yang tidak dikenakan kewajiban zakat.
Tentang Zakat Profesi, 
Adapun dasar hukum zakat profesi adalah sebagai berikut:
Para ulama berbeda pendapat  tentang dasar hukum zakat profesi, ada yang mengatakan bahwa dasar  hukumnya adalah mal mustafad (pendapatan dari hasil kerja), dan ada pula  yang mengatakan bahwa dasar hukumnya adalah qiyas (dianalogikan) kepada  zakat pertanian dan buah-buahan.
Tapi pendapat yang pertama adalah lebih tepat karena lebih sesuai dengan realita dengan dalil-dalil sebagai berikut :
· Firman Allah: “ Hai  orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian yang baik-baik dari  hasil usahamu dan hasil-hasil yang kami keluarkan dari bumi” QS.  Albaqoroh: 267.
· Hikmah zakat dimana zakat itu  diwajibkan pada orang kaya sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits: “  zakat itu diambil dari orang kayanya dan dibagikan kepada orang  miskinnya” HR. Bukhory dan Muslim.
· Apakah dalam mal mustafad diperlukan syarat haul?
· Para ulama juga berbeda  pendapat tentang hal ini tapi pendapat yang paling kuat adalah tidak  perlunya haul tapi cukup syarat nishab. Artinya bahwa harta itu  dikenakan zakat saat kita menerimanya dengan syarat bila mencapai  nishab.
· Ukuran nishabnya: menurut  pendapat yang paling kuat adalah sama dengan zakatnya uang yaitu 85 gram  (dari emas murni dan jenis 24 karat).
· Rate (jumlah) zakat yang harus  dikeluarkan dari zakat profesi adalah 2,5% dari harta yang sudah  mencapai nishab dalam pendapat yang paling masyhur.
Cara mengeluarkannya, kapan waktu mengeluarkan zakat? 
Khalifah Utsman bin Affan  menyarankan mengeluarkan zakat setiap bulan Islam yaitu setiap bulan  Muharram. Namun, jumhur ulama tidak membatasi waktu mengeluarkan zakat  terserah mulai bulan apa saja. Bahkan jumhur ulama menjelaskan boleh  kita mengeluarkan zakat tersebut sekaligus setahun sekali atau dengan  perbulan sekali (jika dikhawatirkan dapat menyulitkan dan memberatkan  saat mengeluarkan zakat) terserah yang dipilih adalah apakah yang tidak  memberatkan atau mau sekaligus. Yang jelas, jika ditotal setahun besar  zakat yang dikeluarkan akan sama dengan perbulan yang dicicil.
Bulanan: bagi mereka yang  mempunyai gaji besar dan mencapai nishab maka dibolehkan untuk  mengeluarkannya setiap bulan setelah dipotong kebutuhan primer.
Tahunan: bagi mereka yang  mempunyai gaji kecil (tidak mencapai nishab dengan hitungan bulanan)  dianjurkan untuk menjumlahkannya dalam waktu setahun kemudian dikurangi  kebutuhan primernya selama setahun, maka apabila harta tersebut masih  tersisa dan mencapai nishab maka dia wajib mengeluarkan zakat 2.5%.
Bolehkan membayarkan zakat pada kerabat?
Para ulama sepakat bahwa zakat  tidak boleh diberikan kepada orang yang menjadi tanggungan nafaqahnya  seperti istri, anak, dan orang tua yang menjadi tanggungan anaknya dan  sebaliknya bahwa seorang istri boleh memberikan zakatnya pada suaminya  yang miskin karena suami itu bukan tanggungjawab istrinya. Tapi para  ulama berbeda pendapat tentang memberi zakat pada keluarga atau kerabat.  Pendapat yang paling kuat adalah apabila keluarga/kerabat itu diluar  tanggung jawabnya maka mereka boleh mendapatkan zakat bahkan dianjurkan  sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits :
“Memberi zakat pada orang  misikin itu adalah sodaqoh, adapun memberi zakat kepada kerabat miskin  adalah sodaqoh dan perekat silarurahmi” HR. Ahmad.
Infaq,
berasal dari kata anfaqa yang  berarti ’mengeluarkan sesuatu (harta) untuk kepentingan sesuatu’.  Termasuk ke dalam pengertian ini, infak yang dikeluarkan orang-orang  kafir untuk kepentingan agamanya (lihat QS Al-Anfal:36). Sedangkan  menurut terminologi syariat, infak berarti mengeluarkan sebagian dari  harta atau pendapatan/penghasilan untuk suatu kepentingan yang  diperintahkan ajaran Islam.
Jika zakat ada nisabnya, infaq tidak mengenal nisab. Infaq dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman, baik yang berpenghasilan tinggi maupun rendah, apakah ia di saat lapang maupun sempit (QS. Ali Imran:134). Jika zakat harus diberikan kepada mustahik tertentu (8 asnaf) maka infaq boleh diberikan kepada siapapun juga, misalnya untuk kedua orang tua, anak yatim, dan sebagainya (QS. Al-Baqarah:215).
Shadaqah,
berasal dari kata shadaqa yang  berarti ’benar’. Orang yang suka bersedekah adalah orang yang benar  pengakuan imannya. Menurut terminologi syariat, pengertian sedekah sama  dengan pengertian infak, termasuk juga hukum dan ketentuan-ketentuannya.  Hanya saja, jika infaq berkaitan dengan materi, sedekah memiliki arti  lebih luas menyangkut hal yang bersifal non materiil. Hadits riwayat  Imam Muslim dari Abu Dzar, Rasullullah menyatakan bahwa jika tidak mampu  bersedekah dengan harta maka membaca tasbih, membaca takbir, tahmid,  tahlil, berhubungan suami-istri, dan melakukan kegiatan amar ma’ruf nahi  munkar adalah sedekah.
Seringkali kata-kata sedekah  dipergunakan dalam Alquran, tetapi maksud sesungguhnya adalah zakat,  misalnya firman Allah dalam QS. At-Taubah:60 dan 103.
Yang perlu diperhatikan, jika  seseorang telah berzakat tetapi masih memiliki kelebihan harta, sangat  dianjurkan untuk berinfaq atau bersedekah. Berinfak adalah ciri utama  orang yang bertaqwa (QS. Al-Baqarah:3 dan Al-Imran:134), ciri mukmin  yang sungguh-sungguh imannya (QS Al-Anfal: 3-4), ciri mukmin yang  mengharapkan keuntungan abadi (QS. Al-Faathir:29). Berinfak akan melipat  gandakan pahala di sisi Allah (QS. Al-Baqarah:262). Sebaliknya, tidak  mau berinfak sama dengan menjatuhkan diri pada kerugian/kebinasaan (QS.  Al-Baqarah:195). 
Wakaf Tunai (Wakaf Produktif), 
Beternak Angsa Bertelur Emas
Wakaf tunai memiliki potensi  cukup besar dalam mendorong perkembangan perekonomian masyarakat. Namun,  saat ini sebagian besar masyarakat hanya memahami berwakaf hanya bisa  dilakukan dengan dana besar. Padahal wakaf dapat dilakukan dengan dana  relatif kecil. 
Wakaf adalah sedekah khusus  dan istimewa, karena memberi anda pahala abadi. Secara khusus Rasulullah  SAW menyatakannya sebagai satu dari tiga amal yang tak putus pahalanya  karena kematian, yaitu “ilmu pengetahuan yang dimanfaatkan, anak-anak  yang saleh, dan sedekah jariah.” Ini juga bermakna bahwa Rasul SAW  mendorong kita agar menyisihkan harta demi keberlanjutan Islam dan  menopang keberlangsungan umat yang masih hidup di dunia.
Dalam hadits yang lain, secara lebih khusus, Rasulullah SAW memberi panduan tentang sedekah jariah ini, yakni dengan cara “menahan pokok dan mengalirkan hasilnya”. Karakteristik wakaf karenanya adalah keswadayaan, keberlanjutan, dan kemaslahatan untuk umum. Untuk memperoleh pahala yang abadi, maka manfaat yang dapat diambil dari wakaf harus lestari. Mengelola wakaf dapat dilukiskan sebagai “beternak angsa yang bertelur emas”.
Aset wakaf haruslah berputar, berfungsi produktif, hingga menghasilkan surplus yang terus dapat dialirkan tanpa mengurangi modalnya. Atau ketika barang modal itu susut, atau habis terpakai, dapat diperbarui kembali dari hasil surplus tersebut. Ibarat sang angsa yang bertelur emas, kita bisa selalu memanfaatkan telur-telur emasnya, tanpa menyembelih induknya.
Dengan pemahaman akan amal jariah di atas kami akan mengalokasikan wakaf anda dalam Program Wakaf Tunai yang produktif. Wakaf tunai anda akan kami produktifkan dalam berbagai kegiatan usaha peternakan dan Pertanian.
Selanjutnya, Surplus yang  dihasilkan dari proses produksi dan perdagangan inilah yang kemudian  dimanfaatkan untuk beragam layanan sosial (pembiayaan pesantren,  pengelolaan masjid, dan lain sebagainya).
 
 
 
6 komentar:
trima kasih
mantap infonya barokallahh , aamiin sukron kastiron
Terima kasih semoga bermanfaat
Terima kasih semoga bermanfaat
Terima kasih menambah ilmu bagi yang belum paham dan mengerti
alhamdulillah , terima kasih pencerahannya
Posting Komentar